Sabtu, 16 Maret 2013

8 PILAR GURU PROFESIONAL


Sifat-sifat guru yang baik memberikan kontribusi yang sangat bermakna terhadap nilai kompetensi profesional guru. Berkaitan dengan hal ini ulama besar dan tokoh pendidikan muslim terkenal al-Ghazali (Fathiyah Hasan Sulaiman. 1986. h. 43-51) berpendapat, bahwa: seorang guru yang sempurna akalnya, terpuji budi pekertinya dan layak menjadi pengemban tugas secara umum harus memiliki sifat-sifat khusus sebagai berikut:
1.      Kasih sayang dan lemah lembut.
Al-Ghazali menyarankan agar guru berperan sebagai ayah dari anak didiknya. Bahkan hak guru atas anak didik, menurut Al-Ghazali lebih besar dari pada hak ayah atas anaknya. Karena “…orang tua penyebab wujud kekinian dan kehidupan yang fana, sedang guru penentuan kehidupan yang abadi.” Karena dialah yang membimbing anak didik ke jalan yang mendekatkan kepada Allah SWT.
2.      Tidak meminta upah.
Meminta upah dalam mengajar adalah suatu yang tidak bisa diterima dan tidak berkenan di hati anggota masyarakat dengan segala perbedaan kelas dan kecenderungan mereka. Al-Ghazali sangat merendahkan gagasan mencari upah dalam mengajar. Ia mengatakan: “Barang siapa mencari harta dengan ilmu maka ia seperti orang yang mengusap alat penggosok dengan mukanya untuk membersihkan. Maka terjadilah penjungkir-balikan: majikan menjadi pelayan dan pelayan menjadi majikan.”
3.      Jujur dan terpercaya.
Seyogianya seorang guru menjadi pembimbing yang jujur dan terpercaya bagi muridnya. Hendaknya ia tidak membiarkan muridnya memulai pelajaran yang lebih tinggi sebelum memenuhi kewajiban pada pelajaran sebelumnya.
4.      Menjaga kejelekan muridnya.
Al-Ghazali mengemukakan bahwa menyebar-luaskan kesalahan anak akan membuat mereka protes secara demonstratif. Ia mengatakan tentang kewajiban guru, “… harus mencegah kejelekan akhlak murid, sebisa mungkin dengan cara sindiran tidak secara terang-terangan serta dengan rasa kasih sayang, tidak dengan cemoohan.”
5.      Guru teladan bagi muridnya.
Oleh karena guru adalah teladan yang diikuti oleh murid, maka sejak dini ia harus memiliki keluhuran budi dan toleransi. Konsekuensi dari dua sifat tadi, ia harus menghormati ilmu-ilmu yang berada di luar spesialisnya, tidak mencemooh atau mengecilkan nilainya. Al-Ghazali mengatakan adalah tidak baik seorang guru di muka muridnya mencemooh suatu disiplin ilmu di luar spesialisnya.
6.      Memahami kemampuan individu setiap murid.
Al-Ghazali tidak melupakan suatu prinsip yang kini merupakan salah satu prinsip terpenting yang diserukan oleh ahli pendidikan modern. Prinsip itu adalah agar perbedaan individu yang mengharuskan membedakan anak didik sesuai dengan kesiapan intelektual, dan kemampuan khusus mereka. Saran al-Ghazali: “Hendaknya seorang guru menyesuaikan dengan kemampuan pemahaman murid, jangan sampai memberi materi pelajaran yang belum bisa dijangkau pikiran mereka. Itu akan berakibat murid menolak, atau ia terpaksa menerimanya meskipun ia tidak paham.”
7.      Memahami ilmu jiwa anak (murid).
Al-Ghazali menganggap perlu mempelajari kejiwaan murid. Dengan itu guru dapat bergaul dengan muridnya tanpa ragu dan risau. Ia mengatakan salah satu faktor yang mendorong timbulnya rasa ragu murid pada gurunya adalah perasaan murid bahwa guru pelit ilmu kepadanya dan tidak mengajarkan ilmu sepenuhnya.
8.      Berpegang teguh pada prinsip.
Al-Ghazali antusias sekali untuk menerangkan bahwa berpegang teguh pada prinsip serta kesungguhan untuk merealisasikan haruslah merupakan salah satu sifat utama guru. Salah satu nasehatnya agar guru jangan meninggalkan prinsip atau berbuat sesuatu yang bertentangan dengan prinsip ini. Juga jangan sampai guru memilih perbuatan-perbuatan tertentu untuk dirinya tetapi dilarang untuk muridnya. Al-Ghazali mengibaratkan guru dan murid bagaikan pengrajin dengan tanah liat atau seperti bayang-bayang dengan tongkat. Tidak mungkin ada bentuk yang indah pada tanah bila pengrajin tidak punya kreasi, dan tidak mungkin bayang-bayang bisa lurus jika tongkatnya bengkok.
Kedelapan sifat-sifat guru yang dijelaskan al-Ghazali di atas merupakan sifat-sifat mulia yang harus dimiliki guru sebagai pilar untuk menopang kompetensi profesionalitasnya.

Sumber bacaan:
Fathiyah Hasan Sulaiman. 1986. Konsep Pendidikan Al-Ghazali.Terjemahan Ahmad Hakim & M.Imam Aziz. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M)

2 komentar:

  1. Kawan-kawan (Ibu-Bapak Guru) tolong berikan masukan tentang tulisan saya ini, ok? T kasih yah?

    BalasHapus
  2. Kawan-kawan (Ibu-Bapak Guru) tolong berikan masukan tentang tulisan saya ini, ok? T kasih yah?

    BalasHapus