Sifat-sifat guru yang baik memberikan kontribusi
yang sangat bermakna terhadap nilai kompetensi profesional guru. Berkaitan dengan hal ini ulama besar dan tokoh
pendidikan muslim terkenal al-Ghazali (Fathiyah Hasan
Sulaiman. 1986. h. 43-51) berpendapat, bahwa:
seorang guru yang sempurna akalnya, terpuji budi pekertinya dan layak menjadi
pengemban tugas secara umum harus memiliki sifat-sifat khusus
sebagai berikut:
1. Kasih sayang dan lemah
lembut.
Al-Ghazali menyarankan agar guru
berperan sebagai ayah dari anak didiknya. Bahkan hak guru atas
anak didik, menurut Al-Ghazali lebih besar dari pada hak ayah atas anaknya. Karena “…orang tua penyebab wujud kekinian dan
kehidupan yang fana, sedang guru penentuan kehidupan yang abadi.” Karena
dialah yang membimbing anak didik ke jalan yang mendekatkan kepada Allah SWT.
2. Tidak meminta
upah.
Meminta
upah dalam mengajar adalah suatu yang tidak bisa diterima dan tidak berkenan di
hati anggota masyarakat dengan
segala perbedaan kelas dan kecenderungan mereka. Al-Ghazali sangat
merendahkan gagasan mencari upah dalam mengajar. Ia mengatakan: “Barang
siapa mencari harta dengan ilmu maka ia seperti orang yang mengusap alat
penggosok dengan mukanya untuk membersihkan. Maka terjadilah
penjungkir-balikan: majikan menjadi pelayan dan pelayan menjadi majikan.”
3.
Jujur dan terpercaya.
Seyogianya
seorang guru menjadi pembimbing yang jujur dan terpercaya bagi muridnya.
Hendaknya ia tidak membiarkan muridnya memulai pelajaran yang lebih tinggi
sebelum memenuhi kewajiban pada pelajaran sebelumnya.
4.
Menjaga kejelekan muridnya.
Al-Ghazali
mengemukakan bahwa menyebar-luaskan kesalahan anak akan membuat mereka protes
secara demonstratif. Ia mengatakan tentang kewajiban guru, “… harus mencegah
kejelekan akhlak murid, sebisa mungkin dengan cara sindiran tidak secara
terang-terangan serta dengan rasa kasih sayang, tidak dengan cemoohan.”
5.
Guru teladan bagi muridnya.
Oleh
karena guru adalah teladan yang
diikuti oleh murid, maka sejak dini ia harus memiliki keluhuran budi dan
toleransi. Konsekuensi dari dua sifat tadi, ia harus menghormati ilmu-ilmu yang
berada di luar spesialisnya, tidak mencemooh atau mengecilkan nilainya.
Al-Ghazali mengatakan adalah tidak baik seorang guru di muka muridnya mencemooh suatu
disiplin ilmu di luar spesialisnya.
6.
Memahami kemampuan individu setiap murid.
Al-Ghazali
tidak melupakan suatu prinsip yang kini merupakan salah satu prinsip terpenting
yang diserukan oleh ahli pendidikan modern. Prinsip itu adalah agar
perbedaan individu yang mengharuskan membedakan anak didik sesuai dengan kesiapan intelektual,
dan kemampuan khusus mereka. Saran al-Ghazali: “Hendaknya seorang guru
menyesuaikan dengan kemampuan pemahaman murid, jangan sampai memberi materi
pelajaran yang belum bisa dijangkau pikiran mereka. Itu akan berakibat murid
menolak, atau ia terpaksa menerimanya meskipun ia tidak paham.”
7.
Memahami ilmu jiwa anak (murid).
Al-Ghazali
menganggap perlu mempelajari kejiwaan murid. Dengan itu guru dapat bergaul dengan
muridnya tanpa ragu dan risau. Ia
mengatakan salah satu faktor yang mendorong timbulnya rasa ragu murid pada
gurunya adalah perasaan murid bahwa guru pelit ilmu kepadanya dan tidak
mengajarkan ilmu sepenuhnya.
8.
Berpegang teguh pada prinsip.
Al-Ghazali
antusias sekali untuk menerangkan bahwa berpegang teguh pada prinsip serta
kesungguhan untuk merealisasikan haruslah merupakan salah satu sifat utama
guru. Salah satu nasehatnya agar
guru jangan meninggalkan prinsip atau berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
prinsip ini. Juga
jangan sampai guru memilih perbuatan-perbuatan tertentu untuk dirinya tetapi dilarang
untuk muridnya. Al-Ghazali
mengibaratkan guru dan murid bagaikan pengrajin dengan tanah liat atau seperti bayang-bayang
dengan tongkat. Tidak
mungkin ada bentuk yang indah pada tanah bila pengrajin tidak punya kreasi, dan
tidak mungkin bayang-bayang bisa lurus jika tongkatnya bengkok.
Kedelapan
sifat-sifat guru yang dijelaskan al-Ghazali di atas merupakan sifat-sifat mulia yang harus dimiliki
guru sebagai pilar untuk
menopang kompetensi
profesionalitasnya.
Sumber bacaan:
Fathiyah
Hasan Sulaiman. 1986. Konsep Pendidikan
Al-Ghazali.Terjemahan Ahmad Hakim & M.Imam Aziz. Jakarta: Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M)
Kawan-kawan (Ibu-Bapak Guru) tolong berikan masukan tentang tulisan saya ini, ok? T kasih yah?
BalasHapusKawan-kawan (Ibu-Bapak Guru) tolong berikan masukan tentang tulisan saya ini, ok? T kasih yah?
BalasHapus